Langkah-Langkah Mendirikan Perusahaan (PT)
Untuk
mendirikan perusahaan, berikut adalah data-data yang perlu Anda siapkan:
1.
Opsi
Nama Perusahaan (Minimal 3)
2.
Bidang
Usaha
3.
Domisili
Perusahaan
4.
Nama-Nama
Pemegang Saham & KTP
5.
Komposisi
Pemegang Saham
6.
Modal
Dasar Perusahaan (Minimal
Rp51.000.000)
7.
Modal
Disetor (Minimal Rp51.000.000)
8.
Susunan
Direksi dan Komisaris
9.
KTP
Direktur dan Komisaris
10. NPWP Direktur
11. Pas foto 3x4 2 lembar
Berikut
adalah 5 langkah utama atau proses pendirian perusahaan.
Pertama, membuat akte perusahaan
Karena
perusahaan berbadan hukum maka sangat mutlak perlu membuat akte perusahaan
Anda. Biasanya akte ini berisi informasi tentang nama perusahaan, bergerak di
bidang apa, nama para pemilik modal, modal dasar, modal disetor, pengurus
perusahaan seperti siapa direktur utama, direktur, dan para komisaris.
Kedua, mendapatkan Surat Keterangan
Domisili Usaha.
Ini
Anda dapatkan dari kantor kelurahan atau kantor kepala desa di mana perusahaan
Anda berdomisili. Berdasarkan surat ini, Camat mengeluarkan surat keterangan
yang sama.
Untuk mendapatkan surat keterangan domisili, Anda memerlukan salinan akte perusahaan Anda. Selain itu, petugas kelurahan kadang atau sering juga menanya apakah tempat usaha disewa atau milik sendiri. Bila disewa, mereka menanya copy perjanjian sewa menyewa. Bila milik sendiri, mereka meminta copy sertifikat tanah dan IMB. Kadang, ada juga yang minta copy bukti bayar PBB- apakah sudah lunas atau tidak.
Untuk mendapatkan surat keterangan domisili, Anda memerlukan salinan akte perusahaan Anda. Selain itu, petugas kelurahan kadang atau sering juga menanya apakah tempat usaha disewa atau milik sendiri. Bila disewa, mereka menanya copy perjanjian sewa menyewa. Bila milik sendiri, mereka meminta copy sertifikat tanah dan IMB. Kadang, ada juga yang minta copy bukti bayar PBB- apakah sudah lunas atau tidak.
Biasanya,
mengurus sk domisili dipungut biaya administrasi. Biaya administrasi ini
bervariasi dari satu kelurahan ke kelurahan lain.
Ketiga,
mengurus NPWP perusahaan.
Untuk
mendirikan aperusahaan, NPWP perusahaan adalah mutlak. Untuk mendapatkan NPWP,
Anda memerlukan salinan akte perusahaan dan surat keterangan domisili.
Ada
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah tertentu meminta copy SK Menteri
tentang Pengesahan Akte Pendirian Perusahaan. Ada juga yang hanya meminta akte
dan sk domisili.
Biasanya
pembuatan NPWP hanya butuh 1/2 jam. Bila Anda memasukkan berkas di pagi hari ke
kantor pajak, pagi itu juga Anda bisa mendapat NPWP.
Keempat, mendapatkan Surat Keputusan
Pengesahan Akte Pendirian Perusahaan dari Departemen Hukum dan HAM.
Untuk
mendapatkan ini, diperlukan salinan akte perusahaan dan Surat Keterangan
Domisili.
Kelima, mengurus SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan).
SIUP
merupakan bagian dari proses mendirikan PT agar perusahaan Anda bisa
beroperasi.
Mengurus
SIUP relatif sama di berbagai tempat.
Keenam,
mengurus Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
TDP
merupakan bagian dari proses pendirian perusahaan. Biasanya ini diurus setelah
Anda mendapatkan SIUP. Pada pemda tertentu, Anda dapat mengurus SIUP dn TDP
sekaligus. Persyaratannya relatif sama untuk berbagai daerah.
Itulah
langkah-langkah utama untuk mendirikan perusahaan di republik ini secara umum.
Perbedaan Gadai dan Hipotik
Pengertian Hipotik
Dalam KUH Perdata,
hipotik diatur dalam bab III pasal 1162 s/d 1232. Sedangkan definisi dari hipotik itu
sendiri adalah hak kebendaan atas suatu benda tak bergerak untuk mengambil
pergantian dari benda bagi pelunasan suatu hutang.
Hak Hipotik merupakan
hak kebendaan yang memberikan kekuasaan atas suatu benda tidak untuk dipakai,
tetapi untuk dijadikan jaminan bagi hutang seseorang. Menurut pasal 1131 B.W.
tentang piutang-piutang yang diistimewakan bahwa “segala kebendaan si berutang,
baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang
baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan.” Yang mana dalam pembahasan yang dikaji dalam makalah ini khusus
kepada kebendaan si berutang berupa benda yang tidak bergerak yang dijadikan
sebagai jaminan untuk hutang, inilah yang termasuk dalam pengertian hak Hipotik
seperti yang telah disebutkan di atas.
Apabila orang yang
berhutang tidak dapat menepati kewajibannya, maka orang berpihutang dapat
dengan pasti dan mudah melaksanakan haknya terhadap si berhutang, atau
sederhananya si berpiutang dapat meminta benda yang dijadikan sebagai jaminan,
meskipun barang itu sudah berada di tangan orang lain.
Azas-azas Hipotik
1. Azas
publikasi, yaitu mengharuskan hipotik itu didaftarkan supaya diketahui oleh
umum. Hipotik didaftarkan pada bagian pendaftaran tanah kantor agrarian
setempat.
2. Azas
spesifikasi, hipotik terletak di atas benda tak bergerak yang ditentukan secara
khusus sebagai unit kesatuan, misalnya hipotik diatas sebuah rumah. Tapi tidak
aada hipotik di atas sebuah pavileum rumah tersebut, atau atas sebuah kamar
dalam rumah tersebut.
Benda tak bergerak yang
dapat dibebani sebagai hipotik adalah hak milik, hak guna bangunan, hak usaha
baik yang berasal dari konvensi hak-hak barat, maupun yang berasal dari
konvensi hak-hak adaptasi, serta yang telah didapatkan dalam daftar buku tanah
menurut ketentaun PP no. 10 tahun 1961 sejak berlakunya UUPA no. 5 tahun 1960
tanggal 24 september 1960.
Subyek Hipotik
Sesuai dengan pasal
1168 KUH perdata, di sana dijelaskan bahwa tidak ada ketentuan mengenai siapa
yang dapat memberikan hipotik dan siapa yang dapat menerima atau mempunyai hak
hipotik.
Sedangkan badan hukum
menurut tata hukum tanah sekarang tidak berhak memiliki hak milik, kecuali
badan-badan hukum tertentu yang telah ditunjuk oleh pemerintah, seperti yang
tertuang dalam pasal 21 ayat 2 UUPA. Ada empat golongan badan hukum yang berhak
mempunyai tanah berdasarkan PP no. 38 tahun 1963 yaitu:
1. Badan-badan
pemerintah
2. Perkumpulan-perkumpulan
koperasi pertanian
3. Badan-badan
social yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri
4. Badan-badan
keagamaan yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri.
Mengenai siapa-siapa yang dapat memberikan
hipotik ialah warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia sebagaimana
ketentuan-ketentuan yang ada pada UUPA sendiri.
Obyek Hipotik
Pasal 1164 KUH perdata mengatakan bahwa
yang dapat dibebani dengan hipotik ialah:
1. Benda-benda
tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala perlengkapannya.
2. Hak
pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya
3. Hak
numpang karang dan hak guna usaha
4. Bunga
tanah baik yang harus dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil
dengan hasil tanah dalam wujudnya.
Pasal 1167 KUH perdata menyebutkan pula
bahwa benda bergerak tidak dapat dibebani dengan hipotik. Maksudnya adalah
sebagai berikut:
1. Benda
tetap karena sifatnya (pasal 506 KUH Perdata)
2. Benda
tetap karena peruntukan (pasal 507 KUH Perdata)
3. Benda
tetap karena UU (pasal 508 KUH Perdata)
Prosedur Pengadaan Hak Hipotik
Syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika
akan mengadakan hipotik adalah:
1) Harus ada perjanjian hutang piutang.
2) Harus ada benda tak bergerak untuk dijadikan
sebagai jaminan hutang.
Setelah syarat di atas dipenuhi,
kemudian dibuat perjanjian hipotik secara tertulis dihadapan para pejabat
pembuat akta tanah atau disingkat PPAT (pasal 19 PP no. 10 tahun 1961),
yang dihadiri oleh kresitur, debitur dan dua orang saksi yang mana salah satu
saksi tersebut biasanya adalah kepala desa atau kelurahan setempat di mana
tanah itu terletak. Kemudian akta hipotik itu didaftarkan pada bagian
pendaftaran tanah kantor agrarian yang bersangkutan.
Hapusnya Hipotik
Menurut pasal 1209 ada tiga cara
hapusnya hipotik, yaitu:
1. Karena
hapusnya ikatan pokok
2. Karena
pelepasan hipotik oleh si berpiutang atau kreditur
3. Karena
penetapan oleh hakim
Adapun hapusnya hipotik di luar
ketentuan KUH Perdata yaitu:
1. Hapusnya
hutang yang dijamin oleh hipotik
2. Afstan
hipotik
3. Lemyapnya
benda hipotik
4. Pencampuran
kedudukan pemegang dan pemberi hipotik
5. Pencoretan,
karena pembersihan atau kepailitan
6. Pencabutan
hak milik
Pengertian
Gadai
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh
seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh
seorang berhutang atau oleh seorang lain atas namanya dan yang memberikan
kekuasaan kepada si piutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut
secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya dengan kekecualian
biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk
menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus
didahulukan (Badrul Zaman, 1991).
Sifat-sifat
umum gadai
a. Gadai
adalah untuk benda bergerak.
Artinya obyek gadai adalah benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud (hak tagihan).
Artinya obyek gadai adalah benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud (hak tagihan).
b.
Sifat kebendaan.
Artinya memberikan jaminan bagi pemegang gadai bahwa dikemudian hari piutangnya pasti dibayar dari nilai barang jaminan.
Artinya memberikan jaminan bagi pemegang gadai bahwa dikemudian hari piutangnya pasti dibayar dari nilai barang jaminan.
c.
Benda gadai dikuasai oleh pemegang gadai.
Artinya benda gadai harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada pemegang gadai.
Artinya benda gadai harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada pemegang gadai.
d.
Hak menjual sendiri benda gadai.
Artinya hak untuk menjual sendiri benda gadai oleh pemegang gadai.
Artinya hak untuk menjual sendiri benda gadai oleh pemegang gadai.
e.
Hak yang didahulukan
f.
Hak accessoir.
Artinya hak gadai tergantung pada perjanjian pokok. (Badrul Zaman, 1991).
Artinya hak gadai tergantung pada perjanjian pokok. (Badrul Zaman, 1991).
Barang yang
dapat digadai
Barang yang dapat digadaikan yaitu semua barang bergerak
seperti barang-barang perhiasan, elektronik, peralatan rumah tangga, mesin,
tekstil, dll. Barang yang tidak dapat
digadaikan seperti barang milik pemerintah, surat-surat berharga, hewan dan
tanaman, bahan makanan dan benda yang mudah busuk, benda-benda yang kotor,
benda-benda yang untuk menguasai dan memindahkan dari satu tempat ke tempat
lain memerlukan izin, barang yang karena ukurannya yang besar maka tidak dapat
disimpan digadaian, barang yang tidak tetap harganya. (Badrul Zaman, 1991).
Hak dan
kewajiban pemegang gadai.
a. Hak
pemegang gadai.
Menjual gadai dengan
kekuasaan sendiri dan atau dengan perantara hakim, atas izin hakim tetap
menguasai benda gadai, mendapat ganti rugi, retorsi dan hak undang-undang untuk
didahulukan.
b.
Kewajiban pemegang gadai.
Bertanggung jawab
atas kehilangan atau kerusakan barang gadai karena kelalaiannya, memberitahukan
kepada pemberi gadai apabila barang gadai itu di jual dan bertanggung jawab
terhadap hasil penjualan barang gadai tersebut. (Badrul Zaman, 1991).
Hapusnya
gadai :
1. Perjanjian
pokok.
2. Musnahnya
benda gadai.
3. Pelaksanaan
eksekusi.
4. Pemegang
gadai telah melepaskan hak gadai secara sukarela.
5. Pemegang
gadai telah kehilangan kekuasaan atas benda gadai.
6. Penyalahgunaan
benda gadai.
Perbedaan
gadai dan hipotik :
1. Gadai
harus disertai dengan pernyataan kekuasaan atas barang yang digadaikan,
sedangkan hipotik tidak.
2. Gadai
hapus jika barang yang digadaikan berpindah tangan ke orang lain, sedangkan
hipotik tidak, tetapi teap mengikuti bendanya walaupun bendanya
dipindahtangankan ke orang lain.
3. Satu
barang tidak pernah dibebani lebih dari satu gadai walaupun tidak dilarang,
tetapi beberapa hipotik yang bersama-sama dibebankan diatas satu benda adalah
sudah merupakan keadaan biasa.
4. Adanya
gadai dapat dibuktikan dengan segala macam pembuktian yang dapat dipakai untuk
membuktikan perjanjian pokok sedangkan adanya perjanjian hipotik dibuktikan
dengan akta otentik.
Hukum Perdata dan Sejarahnya
Hukum perdata
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan
antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam
tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua
yakni hukum
publik dan hukum privat atau
hukum perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon (common
law) tidak dikenal pembagian semacam ini.
Sejarah Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal
dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus
Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut
(hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai
Belanda
(1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih
dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis
(1813).
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum
Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya
Kemper meninggal dunia pada 1824
sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang
menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli
1830 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1
Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
·
BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata-Belanda).
·
WvK [atau yang dikenal dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang]
Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari
Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa
nasional Belanda.
Hukum Perdata Indonesia
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan
hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata
disebut pula hukum privat atau
hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal
yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara),
kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum
pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara
sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian,
kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang
bersifat perdata lainnya.
Hukum perdata di Indonesia
didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya
hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (dikenal
KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk
Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas
konkordansi.
Untuk Indonesia yang saat itu
masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda
sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan
beberapa penyesuaian.
Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer)
terdiri dari empat bagian yaitu :
· Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan
hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang
dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak
keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan
hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU
nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
· Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu
hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan
dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang
dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya
tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda
berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap
sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya
hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian
mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan
tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
· Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan
(atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya
mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan
kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis
perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan
perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara
pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat
dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus
dari KUHPer.
· Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan
kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan
hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP
tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan
pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Sistematika Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang dikodifikasikan di Indonesia pada tahun 1848 pada intinya
mengatur hubungan hukum antara orang perorangan, baik mengenai kecakapan
seseorang dalam lapangan hukum; mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
kebendaan; mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perikatan dan hal-hal yang
berhubungan dengan pembuktian dan lewat waktu atau kadaluarsa.
Sistematika atau isi
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang ada dan berlaku di Indonesia, ternyata
bila dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang hukum Perdata yang ada dan berlaku
di negara lain tidaklah terlalu jauh berbeda. Hal ini dimungkinkan karena
mengacu atau paling tidak mendapatkan pengaruh yang sama, yaitu dari hukum
Romawi ( Code Civil ).
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau
BW yang ada dan berlaku di Indonesia
mempunyai sistematika yang terdiri dari
4 buku ( Buku-Titel-Bab- (
Pasal-Ayat), yaitu :
Buku I Van
Personen ( mengenai orang )
Buku II Van
Zaken ( mengenai Benda )
Buku III Van
Verbinsissen ( mengenai Perikatan )
Buku IV Van
Bevijs En Verjaring ( mengenai bukti dan kadaluarsa )
Mengenai
pembagian Hukum Perdata tersebut sudah barang tentu menimbulkan berbagaim
komentar dan analisis dari para ahli ilmu Hukum, Kansil ( 1993 : 119 ) merasakan, bahwa pembagian
sistematika sebagaimana diatur dalam KUH Perdata tersebut kurang memuaskan,
karena :
1. Seharusnya
KUH Perdata hanya memuat ketentuan-ketentuan mengenai Hukum Privat Materiil.
Dalam KUH Perdata terdapat tiga aturan mengenai Hukum Perdata Formil, yaitu:
a. Ketentuan
mengenai Hukum Pembuktian
b. Ketentuan
mengenai lewat waktu extinctief
c. Ketentuan
mengenai lewat waktu acquisitief
2. KUH
Perdata berasal dari BW yang berasaskan liberalisme dan individualisme,
sehingga perlu dilakukan berbagai perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi
dan kondisi masyarakat Indonesia
3. Hukum
waris bukan hanya bagian dari hukum benda, tetapi juga merupakan bagian dari
hukum kekeluargaan
4. Hukum
Perdata lebih tepat dibagi menjadi 5 Buku, yaitu :
a.
Buku I tentang : Ketentuan Umum
b.
Buku II tentang : Perikatan
c.
Buku III tentang : Kebendaan
d.
Buku IV tentang : Kekeluargaan
e.
Buku V tentang : Waris
Adapun hal-hal yang
diatur dalam KUH perdata sebagaimana berlaku di Indonesia saat ini, ( kecuali
beberapa bagian yang sudah dinyatakan tidak berlaku) adalah sebagai berikut
:
Buku Kesatu tentang Orang (
van persoon ) yang terdiri dari 18 bab, yaitu
mengatur :
I.
tentang menikmati dan kehilangan hak-hak
kewenangan
II.
tentang akta-akta catatan sipil
III.
tentang tempat tinggal atau domisili
IV.
tentang perkawinan
V.
tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban
suami dan isteri
VI.
tentang persatuan harta kekayaan menurut
undang-undang dan pengurusannya
VII.
tentang perjanjian kawin
VIII.
tentang persatuan atau perjanjian kawin dalam
perkawinan untuk kedua kali atau selanjutnya
IX.
tentang perpisahan harta kekayaan
X.
tentang pembubaran perkawinan
XI.
tentang perpisahan meja dan ranjang
XII.
tentang kebapaan dan keturunan anak-anak
XIII.
tentang kekeluargaan sedarah dan semenda
XIV.
tentang kekuasaan orang tua
XVa.
tentang
menentukan,mengubah dan mencabut tunjangan-tunjangan nafkah
XV.
kebelum-dewasaan dan perwalian
XVI.
tentang beberapa perlunakan
XVII.
tentang pengampuan
XVIII.
tentang keadaan tak hadir
Buku kedua tentang Kebendaan (
van zaken ),yang terdiri dari 21 bab, yang secara lengkapnya adalah sebagai
berikut :
I.
tentang kebendaan dan cara
membeda-bedakannya
II.
tentang kedudukan berkuasa (bezit) dan
hak-hak yang timbul karenanya
III.
tentang hak milik ( eigendoom )
IV.
tentang hak dan kewajiban antara
pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan
V.
tentang kerja rodi
VI.
tentang pengabdian pekarangan
VII.
tentang hak numpang karang
VIII.
tentang hak usaha ( erfpacht )
IX.
tentang bunga tanah dan hasil se
persepuluh
X.
tentang hak pakai hasil
XI.
tentang hak pakai dan hak mendiami
XII.
tentang perwarisan karena kematian
XIII.
tentang surat wasiat
XIV.
tentang pelaksanaan wasiat dan pengurus
harta peninggalan
XV.
tentang hak memikir dan hak istimewa
untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan
XVI.
tentang menerima dan menolak suatu warisan
XVII.
tentang pemisahan harta peninggalan
XVIII.
tentang harta peninggalan yang tak
terurus
XIX.
tentang piutang-piutang yang
diistimewakan
XX.
tentang gadai
XXI.
tentang hipotik
Buku Ketiga tentang Perikatan
( van Verbintenis ) yang terdiri dari 18 bab, yaitu lengkapnya sebagai berikut
:
I.
tentang Perikatan-perikatan umumnya
II.
tentang Perikatan-perikatan yang
dilahirkan darikontrak atau persetujuan
III.
tentang perikatan-perikatan yang
dilahirkan demi undang-undang
IV.
tentang hapusnya perikatan-perikatan
V.
tentang jual-beli
VI.
tentang tukar menukar
VII.
tentang sewa-menyewa
VIII.
tentang persetujuan-persetujuan untuk
melakukan pekerjaan
IX.
tentang persekutuan
X.
tentang hibah
XI.
tentang penitipan barang
XII.
tentang pinjam-pakai
XIII.
tentang pinjam-meminjam
XIV.
tentang bunga tetap atau bunga abadi
XV.
tentang persetujuan-persetujuan
untung-untungan
XVI.
tentang pemberian kuasa
XVII.
tentang penanggungan
XVIII.
tentang perdamaian
Buku Keempat tentang Pembuktian dan
Kadaluarsa ( van bewijs en verjaring ) yang terdiri dari 7 bab,
selengkapnya adalah sebagai berikut :
I.
tentang pembuktian pada umumnya
II.
tentang pembuktian dengan tulisan
III.
tentang pembuktian dengan saksi-saksi
IV.
tentang persangkaan-persangkaan
V.
tentang pengakuan
VI.
tentang sumpah di muka Hakim
VII.
tentang daluwarsa
Berdasarkan rincian materi yang termuat
dalam KUH Perdata tersebut, maka agr tidak membingungkan berikut ini dikutipkan
hal-hal yang pokok saja dari setiap Buku yang ada dalam KUH Perdata, yaitu :
Buku I tentang orang antara lain memuat
:
a. Subyek
hukum atau hukum tentang orang
b. Perkawinan
dan hak suami isteri
c. Kekayaan
perkawinan
d. Kekuasaan
orang tua
e. Perwalian
dan Pengampuan
Buku II tentang benda yang memuat :
a. Bezit
b. Eigendom
c. Opstal
d. Erfpacht
e. Hipotek
f. Gadai
Buku III tentang perikatan yang memuat:
a. Istilah
perikatan pada umumnya
b. Timbulnya
perikatan
c. Persetujuan-persetujuan
tertentu, seperti :
1) Jual
beli
2) Tukar
menukar
3) Sewa
menyewa
4) Perjanjian
perburuhan
5) Badan
Usaha
6) Borgtocht
7) Perbuatan
melanggar hukum
Buku IV tentang Pembuktian dan lewat
waktu yang memuat :
a. Macam-macam
alat bukti, seperti :
1) Surat
2) Saksi
3) Persangkaan
4) Pengakuan
5) Sumpah
b. Lewat
waktu
Sedangkan para ilmu
hukum sebagaimana dikemukakan oleh Kansil ( 1994 : 16-17 ) mengemukakan sistematika Hukum Perdata sebagai berikut:
1. Hukum
tentang diri seseorang
Hukum
tentang diri seseorang ini memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai
subyek dalam hukum; peraturan-peraturan perihal kecakapanuntuk memiliki hak-hak
dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal
yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
2. Hukum
Kekeluargaan
Hukum kekeluargaan
mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul sebagai akibat dari
hubungan kekeluargaan, yaitu:Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum
kekayaan antara suami isteri, hubungan antara orang tua dan anak,perwalian dan
curatele.
3.
Hukum Kekayaan
Hukum
kekayaan adalah hukum yang mengatur perihal hubungan hukum yang dapat dinilai
dengan uang, yaitu segala kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang demikian itu biasanya dapat dipindahkan
kepada orang lain.
4. Hukum
Warisaan
Hukum
warisan adalah hukum yang mengatur tentang benad atau kekayaan seorang jikalau
ia meninggal dunia.Hukum warisan ini juga mengatur akibat-akibat hukum keluarga
terhadap harta peninggalan seseorang.
Berdasarkan
sistematika sebagaimana disebutkan dalam KUH Perdata dan menurut para ahli ilmu
hukum, ternyata Hukum Kekeluargaan yang di dalam KUH Perdata atau BW dimasukkan
ke dalam Hukum tentang diri seseorang, karena hubungan-hubungan keluarga memang
berpengaruh besar terhadap kecakapan seseorang untuk memiliki hak-hak serta
kecakapannya untuk mempergunakan hak-haknya tersebut.Sedangkan Hukum warisan
dimasukkan ke dalam hukum tentang kebendaan, karena dianggap hukum warisan itu
mengatur cara-cara untuk memperoleh hak atas benda-benda, yaitu benda-benda yang
ditinggalkan oleh seseorang. Sementara itu perihal pembuktian dan lewat waktu
sebenarnya adalah soal hukum acara, sehingga kurang tepat dimasukkan ke dalam
KUH Perdata, yang pada asasnya mengatur hukum perdata materiil, tetapi pernah
ada pendapat yang menyatakan bahwa hukum acara itu dapat dibagi dalam bagian
materiil dan formil. Nah persoalan-persoalan yang mengenai alat-alat pembuktian
dapat dimasukkan hukum acara materiil yang dapat diatur dalam suatu
undang-undang tentang hukum perdata materiil.
Sekedar
perbandingan mengenai sistematika Hukum Perdata, berikut ini dapat disajikan
sistematika yang ada dan berlaku di
negara-negara lain, seperti Sistem Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Perancis
dan Jerman sebagaiman dikemukakan oleh Subekti ( 1990 : 9-10 ), yaitu :
1. Perancis
yang termuat dalam Code Civil, yang juga sebagai sumber dari BW menganut
sistematika sebagai berikut :
Buku
I :
Hukum Perseorangan ( perkawinan, keluarga dan sebagainya )
Buku
II : Tentang barang dan macam-macam
kekayaan ( des biens et des differentes modifications de la propiete )
Buku
III : Tentang berbagai cara untuk memperoleh
kekayaan ( des differentes manieres dont on acquiert la propiete ), yaitu :
pewarisan, perjanjian (termasuk perjanjian perkawinan atau yang dalam bahasa
Belanda dinamakan huwelijkese voorwaarden ), perbuatan
melanggar hukum dan sebagainya, dan juga tentang gadai dan hipotik dan akhirnya
tentang pembuktian
2. Jerman
yang dinamakan Burgerliches Gesetzbuch Jerman ( dari tahun 1896 ) terbagi
atas.
Buku
I : Bagian umum, yang memuat
ketentuan-ketentuan tentang orang,
tentang badan hukum, tentang penegrtian barang, tentang kecakapan
melakukan perbuatan-perbuatan hukum, tentang perwakilan dalam hukum, tentang
daluwarsa dan lain-lain.
Buku
II : Tentang hukum mengenai hutang-piutang,
yang memuat hukum perjanjian.
Buku
III : Hukum Benda, yang memuat
ketentuan-ketentuan tentang hak milik dan hak-hak kebendaan lainnya
Buku
IV : Hukum Keluarga, yang memuat
ketentuan-ketentuan tentang perkawinan
yang dalam code civil Perancis digolongkan pada hukum perjanjian;
tentang hubungan-hubungan kekeluargaan, kekuasaan orang tua,perwalian dan
sebagainya.
Buku
V : Hukum waris, yang mengatur
soalpewarisan pada umumnya dan perihal surat wasiat atau testament.
Sementara
itu Kansil ( 1993 : 135-136 ) mengemukakan sistematika Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata di negara Swis dan Yunani sebagai berikut :
1. Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Swis “ Schwizeriches Zivilgesetzbuch” yang
terdiri atas 5 bagian ( Kansil, 1993 :135 ), yaitu :
Bagian
I : Hukum Orang pribadi
Bagian
II : Hukum Kekeluargaan
Bagian
III : Hukum Waris
Bagian
IV : Hukum Kebendaan
Bagian
V : Hukum Perikatan
2. Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Yunani, yang terdiri dari 5 buku ( Kansil,1993:136), yaitu :
Buku
I : Asas-asas umum
Buku
II : Hukum Perikatan
Buku
III : Hukum Kebendaan
Buku
IV : Hukum Kekeluargaan
Buku
V : Hukum Waris
Bila kita kaji kembali sejarah
perkembangan Hukum Perdata sebagaimana diuraikan pada Kegiatan Belajar 1,
jelaslah bahwa pada mulanya hukum perdata berasal dari hukum Romawi yang
termuat dalam Corpus Juris Civilis yang terdiri dari 4 bagian sebagaimana
dikemukakan oleh Kansil ( 1993 : 97 ), yaitu :
I.
Institutiones
Yaitu
memuat segala sesuatu tentang pengertian (lembaga-lembaga) dalam Hukum Romawi
dan dianggap sebagai himpunan segala macam undang-undang.
II. Pandecta
Yaitu kumpulan
pendapat-pendapat para ahli hukum bangsa Romawi yang termasyhur.
III. Codex
Yaitu
Himpunan undang-undang yang telah dibukukan oleh para ahli hukum atas perintah
kaisar Romawi.
IV. Novelles
Yaitu
himpunan tambahan-tambahan pada codex itu dengan pemberian
penjelasan-penjelasan atau komentar.
Sumber :